Cahaya yang sampai di hexel-hexel (hexagonal pixel) retina mata kita sebenarnya cahaya yang dipantulkan oleh benda lainnya yang memenuhi hukum Black Body Radiation. Setiap foton cahaya adalah suatu zarah yang memuat informasi sebagai kadar yang ditanggungnya yang sesuai dengan komposisi rapat masa tertentu sehingga ia bisa ditarik oleh mata kita yang mengandung kekuatan Wa Nafsi yang muncul dari Qalb. Ketika foton yang dipantulkan suatu benda jatuh di retina, secara langsung foton-foton ini membangkitkan energi panas yang muncul karena gesekan antara materi di jasad kita dan karena adanya energi yang muncul dari hasrat Tuhan yang dinyatakan dari Qalb.
Energi itulah yang disebut sebagai Wa Nafsi yang mempunyai potensi baik atau buruk (QS 91:7-10) tergantung bagaimana kita mengolahnya dan bagaimana kita mengatur asupan energi lainnya ke dalam tubuh kita berupa makanan dan minuman, serta energi yang digunakan untuk memperoleh makanan dan minuman itu (cara kita mendapatkan makanan dan minuman tersebut)
Komplemen atau pasangan Wa Nafsi adalah Athmaan yang mensinkronkan Wa Nafsi dengan sumber asal cahayanya baik dari sumber eksternal (matahari) maupun internal (bisikan hati, mintalah fatwa dari hatimu adalah hadis yang menjelaskan hal ini). Athmaan inilah yang dimaksudkan sebagai graviton oleh Einstein. Athmaan dan Wa nafsi berinteraksi sedemikian rupa sehingga muncul Chemical God yang mengaktualkan energi menjadi gambaran realitas yang berubah yaitu Waktu yang menyimpan kesejarahan kita sebagai makhluk berpikir dan mampu memaknai. Bayang-baynag realitas maya pun kemudian tampil bagai-kan film di korteks selebral kita. Lalu kitapun merasa ada.
WaktuDengan lahirnya Sang Waktu dan Realitas Materialistik yang bisa dipikirkan dan dirasakan ada, maka setiap makhluk dibatasi oleh siklus yang mengikuti keseimbangan dinamis dalam sistem kehidupannya yaitu siklus kelahiran, kehidupan, kematian dan kehidupan setelah alam dunia fisikal (akhirat). Waktu yang nyata kita lihat dan kita ukur dengan satuan 24 jam sehari semalam, satu jam 60 menit, satu menit 60 detik, satu detik 1000 mikro detik sebagai proses terkecil, sebenarnya tidak real karena dilogikakan dari kekurangan kita yang tak bisa melihat dan membuat bentuk sempurna (misalnya lingkaran).
Waktu yang kita kenal sekarang ini dan disebut sebagai waktu nyata meskipun relatif menyimpan akumulasi dari masa lalu dan masa depan yang akhirnya muncul sebagai masa kini dari superposisinya di dalam celupan ilahiyah yang kita sebut ilmu pengetahuan tauhid dalam koridor jumlahan sejarah atas semua ketentuan, lokasi, pelaku dan masa kejadian atau peristiwanya.
Dasar-dasar yang menyatakan peristiwa karena itu bergantung pada penentuan lokasi, tempat, nama dan waktu kejadiannya dalam lingkungan yang bebas tapi terbatas (sebatas 0-9,a-z,alif- ya, dan sistem huruf lainnya). Dan karena itu pula, kita bisa belajar dari masa lalu, memproyeksikan masa depan sebagai idea imajinal atau cita-cita yang diinginkan, kemudian di tarik ke masa kini sebagai titik tolak pelaksanaan. Dengan kata lain, kitab-kitab yang meramalkan masa depan sebenar-nya BUKAN MERAMAL tetapi ACTION PLAN dengan Idea Imajinal yang hendak dinyatakan oleh kita. Manusia nampak bisa meramal sebenarnya belajar dari kebiasan-kebiasaan yang muncul dari dunia nyata dengan simbologi-simbologi yang ditentukannya menjadi suatu siklus, kebiasaan dan kemudian dirumuskan menjadi hukum-hukum alam atau penafsiran-penafsiran lainnya misalnya horoskop dengan tanggal kelahiran, horoskop dengan nama Anda dll.
Contoh demikian sebenarnya tersirat dalam kisah Nabi Yusuf a.s yang menafsirkan mimpi Raja Mesir. Kisah Yusuf a.s sebenarnya ungkapan yang menyatakan siklus kejadian yang sering muncul dalam suatu lokasi misalnya banjir Sungai Nil dengan periode tertentu, jadi ia berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan alam. Akan tetapi kapan kejadiannya sebenarnya tidak diketahui dengan persis karena pengetahuan kita muncul dari ketidaksempurnaan kita. Namun apa yang akan terjadi, peristiwa apa yang akan terjadi selama siklus tertentu sebenarnya bisa diperkirakan termasuk dampak-dampaknya dan cara menanggulanginya seperti solusi yang diajukan Nabi Yusuf a.s untuk menafsirkan mimpi sang raja (mimpi sang raja sebenarnya kiasan untuk mimpi dengan hawa nafsu yang menyampaikan ilham dari Allah, Cuma karena dominasi nafsu manusia sangat kuat seringkali gambaran mimpi menjadi begitu aneh). Dalam masa modern, kebiasaan yang muncul sebagai siklus akhirnya muncul sebagai hukum-hukum alam dengan penisbahan pada penemunya atau mereka yang menelitinya misalnya teori gelombang harmonis dll. Bisa kebayang-kan kalau orang tidak sadar lingkungan?
Yang Tersurat & Tersirat
Ketika
seseorang mulai memicu kesadarannya dengan Idea Imajinal, maka ia
sebenarnya sedang menafsirkan gerak-gerik Wa Nafsi-nya yang menjadi
gangguan dari ilham Tuhan yang abadi (yaitu Pesan CintaNya, EROS) yang
muncul dari hati atau dari luar (dengan melihat fenomena alam), yang
ingin menyatakan hasrat ideal atau cita-cita yang bisa dijangkaunya dan
bisa dipahaminya sesuai dengan wa-nafsi yang diolahnya (dan karena itu
cita-cita ini bergantung pada pendidikan orang tersebut atau
lingkungannya atau yang diinginkannya sendiri sebagai ilham atau sama
sekali tidak mempunyai cita-cita khusus tetapi menjalani takdir apa
adanya saja, atau sekedar menggenapi takdir yang ditentukan Tuhan saja).
Misalnya, orang bercita-cita jadi insinyur maka ia sebenarnya telah menetapkan Idea Imajinal dengan wa Nafsinya sehingga dalam masa hidupnya setiap gerak geriknya sebenarnya suatu proses pembangunan cita-cita yang memerlukan konsistensi untuk menjalaninya atau istiqomah. Kalau Wa Nafsinya ini tak dikendalikan maka Idea Imajinal itu bisa menimbulkan berbagai hal yang merugikan dirinya, jadi ia bisa menjadi manusia yang menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginannya itu. Ini adalah manusia yang terpenjara oleh hawa nafsunya. Meskipun orang mungkin tidak mencapai apa yang diinginkannya, Action Plan sebenarnya telah disuratkan sejak awal mulanya karena adanya faktor pewarisan dari penciptaan dirinya.
Sang Pewaris yang murni terilhami oleh Pesan Tuhan yang kelak menjadi Wahyu Yang Diwahyukan adalah dia yang kelak menerima apa yang telah ditakdirkan padanya sebagai Kodrat Ciptaan. Sedangkan yang mewarisi akan dinyatakan melalui pengemban amanat penciptaan yaitu "Ibu atau kaum wanita yang melahirkan" dengan pasangannya sebagai suaminya (Adam dan Hawa). Dari pasangan suami dan istrilah berbagai format bentuk manusia kemudian dihadirkan dengan kadarnya masing-masing dengan suatu proses dimana anugerah Cinta Tuhan dinyatakan. Si baik dan si buruk pun akhirnya bisa muncul dari satu rahim yang sama, sesuai dengan potensi laten yang diwarisi dari pihak Ibu dan bapak, dan sesuai dengan bagaimana pendidikan dan interaksinya dengan lingkungan dilakukan, khususnya dengan pengelolaan Wa Nafsi dirinya.
Setiap takdir yang tersurat pada setiap manusia sebenarnya mengemban amanat Tuhan untuk menampilkan Kemahagungan dan Kemahaindahan Tuhan (Cinta Ilahi) dengan memberikan kemampuan terbatas tapi memadai untuk dikembangkan mulai dari titik "sadar", mengenalNya, patuh, dan sampai kepadaNya. Dan untuk menunjukkan KemahaberilmuanNya Tuhan tidak menciptakan makhluk yang wujudnya serupa di tatanan materialistik yang bisa kita lihat, bisa kita rasakan, dan bisa kita sadari bahwa Dia Maha Berilmu. Sedangkan ditatanan esensial, semua makhluk asal muasalnya sama yaitu bayangan DiriNya yang menyaksikan ke-Esa-anNya (Qs 7:172) sebagai Jiwa Yang Satu (Qs 6:98). Kalau tidak demikian, Tuhan kita menjadi tidak Rabbul ‘Aalamin dan kekurangan ilmu. Dalam menciptakan makhluk dengan tatanan yang bertingkat, Tuhan memang menyisipkan perintah-Nya yang kemudian menyebutkannya sebagai Ruh ‘Amrina, Dia memang meng-hitung segala sesuatu satu demi satu (Qs 72:28) dan menuliskan kode penciptaan dengan filosofi algoritma genetik,
“Tulis sekali saja, selanjutnya biarkan semua berkembang sesuai dengan Pesan-pesan Tuhan yang dipahami manusia sebagai makhluk yang menanggung amanat penciptaan untuk Wushul atau sampai kepadaNya dengan potensi yang dikembangkannya masing-masing” .
Proses demikian selama kesejarahan manusia akan terus berlangsung sampai terjadi suatu titik temu yang aktualitasnya atau kejadiannya sesuai dengan kemunculan kekuasaan mutlak Tuhan yang tak bisa dicegah dan tidak pandang bulu karena ketidak sempurnaan manusia yang tidak menyelaraskan diri dengan hasrat, keinginan, dan kehendak Tuhan.
666 & Dajjal
Jadi, penyimpangan dari kondisi awal mula yang dinyatakan dengan Kun fa Yakun dan Basmalah untuk mengaktualkan Jamal dan Jalal Allah bisa menyimpang dari tujuan semula karena hukum-hukum yang sekarang ini dipahami manusia dimulai dari kondisi kaotik dan fraktal yang sifatnya "pendekatan diskrit", akumulatif, eksponensial, logaritmik dan mengandung ketidaksempurnaan yaitu 1/6 (0,666667).Orang zaman dulu dengan keterbatasannya akal pikirannya dan kisruhnya nafsu dirinya mengira ketidak akuratan ini kesialan dan dinisbahkan sebagai SETAN atau simbol mata dajjal 666 (bentuk lingkaran dengan 3 garis atau seperti bentuk kipas turbin). Ketika menafsirkan bola mata dajjal ini manusia berbeda-beda memaknainya, dan lahirlah banyak agama dan kepercayaan. Nabi Muhammad Saw memahami hal ini dengan hawa nafsu yang lebih terkendali sehingga ketika Pesan Tuhan yang menjelaskan bahwa manusia tidak sempurna dipahami, yang muncul adalah ungkapan Wahyu supaya manusia jangan melampaui batas Al-Mizan (QS 55: dan Kesadaran Atas Waktu untuk bersabar dan saling menasihati di dunia yaitu QS 103 sebagai titik tolak penyingkapan tabir jiwa manusia sampai akhirnya manusia ASLIM di hadapan Tuhan. Komposisi QS 55:8 ini menarik karena jumlah nilai hurufnya total 1667, sedangkan QS 103 menyimpan rahasia teknik memenggal kepala dajjal yaitu QS 103-1 disusun dengan 6 huruf untuk menyata-kan sumpah Tuhan “Demi Waktu”, terus diungkapkan cara menyisati kehidupan dengan 15 huruf (Qs 103:2) dan 51 huruf (QS103:3), totalnya 6 dan 66 huruf, meleklah kebutaan matahati manusia setelah sadar atas waktu kehidupannya yang terbatas dan hanya sementara dengan anjuran seperti disebutkan dalam QS 103 untuk sabar dan saling menasihati. Dulu banget mungkin ada orang-orang pendengki yang membuat tafsiran ganjil karena tidak paham maksudnya tentang simbologi 666 sampai muncul kisah dajjal dan lain sebagainya. Dajjal yang benar adalah manusia, lingkungan, sistem sosial, perusahaan, organisasi, atau negara yang summum bukmun dan umyun yang diungkapkan di dalam surat al-baqarah ayat 171 Qs (2:171) dengan titik tolak komponen mendasar sistem kehidupan yaitu manusia yang telah tuli, bisu dan buta karena mereka tidak mengerti. Juga diungkapkan dalam QS 21:3 sebagai orang yang hatinya lalai untuk memahami realitas dirinya, lingkungannya dan Tuhannya yang sebenarnya wajah-Nya ada dimana-mana.Surga Atau Neraka Di Dunia
Kalau manusia alpa atau lalai atas dirinya yang lemah (jadi manusianya menjadi jumawa atau sombong) dan atas fenomena alam yang tampil dari Kekuasaan Tuhan secara langsung (tidak sadar lingkungan malah merusak lingkungan) maka semua kehidupan manusia akan menuju ke wilayah yang sebenarnya tidak diinginkannya.Karena itu, neraka bisa muncul di bumi dalam skala masing-masing karena kelalaian diri sendiri yang mau dijajah nafsu atau diri rendah (bisa dalam diri sendiri yang rasanya bete, kesel atau tersesat atau summum bukmum umyun, bisa dalam lingkup keluarga yang tidak harmonis, bisa dalam lingkup wilayah/daerah, nasional, sampai global). Surga bisa diciptakan karena adanya kesadaran atas semua fenomena Tuhan yang dirasakannya dengan keberserahdirian yang mutlak (Aslim) di hadapan Tuhan dan patuh dengan perintah dan larangannya serta mematuhi pedoman universal yang sudah diinformasikan oleh Nabi Muhammad SAW.Jadi, tinggal Anda pilih mau membangun neraka di dalam diri dan lingkungan hidup Anda atau mau menciptakan surga? Kehendak bebas terbatas sudah dianugerahkan kepada manusia, jadi silahkan anda pertimbangkan sendiri keselarasan tindakan, akal pikiran dan hati Anda dengan hasrat, keinginan, dan kehendak Tuhan yang hukum asalnya sederhana sekali “Keseimbangan dan Keadilan Tatanan” untuk menampilan “Rahmaatan Lil ‘Aalamin” sebagai “Jamal dan Jalal Allah” dengan naungan kalimat tauhid.
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (QS 13:11)
0 masukan:
Posting Komentar
sebelum berkomentar ada baiknya sobat membaca aturan berikut:
+ harap berkomentar bahasa yang sopan
+ jangan berkomentar yang menyinggung SARA'
+ jangan berkomentar yang berbau pornografi
jika tidak memenuhi ketentuan di atas komentar sobat tidak akan ditampilkan. Terima kasih sebelumnya